Logo

Petani Tewas Tersengat Jebakan Tikus, DPRD Indramayu, H. Dalam: Sampai Kapan Dibiarkan Tanpa Solusi?

Editor: Tim Redaksi - mandaNews
Petani Tewas Tersengat Jebakan Tikus, DPRD Indramayu, H. Dalam: Sampai Kapan Dibiarkan Tanpa Solusi?

Indramayu, MandaNews - Cahaya lampu warna-warni yang kerap terlihat di pematang sawah saat malam hari mungkin tampak indah bagi mata.

Namun di balik keindahan itu, tersembunyi ancaman mematikan, aliran listrik dari jebakan tikus yang telah menelan banyak korban jiwa.

"Kalau Anda melewati lokasi pesawahan di Indramayu, pasti sering menjumpai lampu-lampu kecil berwarna-warni di pinggir pematang sawah," kata Anggota DPRD Indramayu, H. Dalam, Senin (21/07/2025).

Uploaded image

Lampu-lampu itu bukan sekadar penerang atau hiasan. Ia terhubung dengan kawat beraliran listrik yang dipasang petani untuk mengusir hama tikus.

Sayangnya, metode ini seringkali berujung maut bagi manusia, bukan hanya bagi hama.

"Terlihat indah kalau dilihat pada malam hari karena pijaran cahaya yang berwarna-warni tersebut. Tapi di balik cahaya itu, tersimpan bahaya yang sangat mematikan, yaitu tersengat aliran listrik," ungkap Dalam.

Tragedi akibat jebakan ini bukan isapan jempol. Kasus demi kasus sudah terjadi. Beberapa sempat terpublikasi media, tetapi tak sedikit pula yang luput dari sorotan.

Rasa duka dan kehilangan menyelimuti keluarga korban, sementara solusi masih jauh dari harapan.

"Sudah beberapa kali terjadi warga atau petani tersengat aliran listrik dan meninggal dunia. Ada yang diekspos di media, ada juga yang tidak terekspos," ungkap Dalam.

Meski larangan penggunaan jebakan listrik sudah sering disuarakan, namun kenyataannya, imbauan itu seperti angin lalu.

Tanpa solusi alternatif yang nyata dan efektif, petani tetap memilih jalan berbahaya tersebut.

"Imbauan untuk tidak menjebak tikus dengan aliran listrik tidak akan efektif karena tidak ada solusi bagaimana cara efektif memberantas hama tikus," ujar Dalam.

Salah satu penyebab maraknya hama tikus adalah punahnya predator alami seperti burung hantu.

Kepunahan ini didorong oleh perburuan liar dan penggunaan racun. Menurut Dalam, ini seharusnya menjadi panggilan darurat bagi para pengambil kebijakan.

"Punahnya predator alami seperti burung hantu karena perburuan atau obat, sudah seharusnya dilakukan langkah-langkah strategis seperti pelestarian atau pembudidayaan oleh pengambil kebijakan dan pemilik anggaran," tegasnya.

Ironisnya, usulan untuk membudidayakan burung hantu telah berulang kali diajukan dalam forum resmi. Namun, respons dari dinas terkait dinilai sangat minim, bahkan cenderung diabaikan.

"Beberapa kali di forum rapat dengan Dinas Pertanian agar diprogramkan budidaya ternak burung hantu, tapi tidak pernah direspons dengan baik," beber Dalam.

Kini, pertanyaan menyesakkan kembali menggema, berapa lagi nyawa harus melayang sebelum ada tindakan nyata dari pemerintah?

"Harus berapa lagi masyarakat menjadi korban? Harus berapa lagi anak-anak kehilangan bapaknya dan istri kehilangan suaminya karena jebakan tikus teraliri listrik?" pungkas Dalam. (Dwi/red)