Logo

Petani Desa Jambe Mengeluh, Pembatasan Wilayah Combine dan Pungutan Rp200 Ribu Dinilai Merugikan

Tim Editor II MandaNews - mandaNews
Petani Desa Jambe Mengeluh, Pembatasan Wilayah Combine dan Pungutan Rp200 Ribu Dinilai Merugikan

Masyarakat Petani Desa Jambe mengadu ke anggota DPRD Indramayu atas persoalan yang dialami. (foto/mandanews/red)


Indramayu, Mandanews - Petani Desa Jambe, Kecamatan Kertasemaya, Indramayu, meluapkan keresahan akibat pembatasan penggunaan mesin panen padi (combine) berdasarkan wilayah.

Aturan yang diterapkan oleh pihak Pemerintah Desa Jambe tersebut dinilai merugikan petani dan dianggap menjadi penghambat proses panen, di tengah ancaman hama yang tengah melanda lahan padi.

Nur Alam, salah satu petani setempat, mengungkapkan kekecewaannya.

“Ini, ya, mohon dan meminta kepada Pak dewan (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) supaya masalah combine ini diberesin. Kenapa harus dibatasi per wilayah?," ungkap Nur Alam, Minggu (15/6/2025).

"Ini bikin petani kesulitan. Padahal combine sebelah, punya Haji Awang, posisinya dekat, tapi gak boleh panen di sini karena masalah wilayah," lanjutnya.

"Sementara padi petani masih menumpuk, gak terurus, dan terancam rusak akibat hama,” sambungnya.

Petani juga menyebut, peraturan pembatasan berdasarkan lokasi tersebut tak sesuai kebutuhan lapangan.

Dalam kondisi darurat, ketika hama terus menyerang dan padi terancam busuk, seharusnya penggunaan combine lebih fleksibel demi kepentingan petani.

“Banyak masyarakat rugi akibat masalah ini. Tolong, Pak Dewan, kami mohon, jangan dibatasi lagi per wilayah. Biarkan petani bebas memilih combine mana yang tersedia dan terdekat, demi menyelamatkan panen dan menjaga kualitas padi,” tegas Nur Alam.

Petani Jambe meminta kepada anggota DPRD Indramayu dan instansi terkait segera turun tangan, mendengarkan keluhan rakyat, dan membuat kebijakan yang lebih adil demi kepentingan petani.

“Ini demi kebaikan petani. Jangan bikin masalah jadi ribet. Petani punya hak untuk memilih, bukan dibatasi. Kalau terus kayak gini, kami yang paling rugi, padi terlambat dipanen, hama terus menyebar, dan biaya jadi bengkak. Mohon segera dibereskan,” pungkas Nur Alam.

Selain soal pembatasan wilayah operasi Combine, Pemerintah Desa Jambe menerapkan pungutan Rp 200 ribu per combine dan pembatasan wilayah operasi mesin panen, sebuah kebijakan yang dianggap merugikan dan memberatkan para petani.

H. Suwadi, salah satu petani setempat, meluapkan kekecewaannya.

“Ini bikin petani terbebani. Dalam biaya sewa combine Rp 3 juta, dimasukkan pungutan Rp 200 ribu tanpa kejelasan peruntukannya. Tahun lalu tidak seperti ini. Tidak ada pembatasan, tidak ada pungutan gelap. Kenapa sekarang jadi bikin susah petani?” keluhnya.

Menurut H. Suwadi, pungutan dan pembatasan tersebut bukan saja menambah biaya, tapi juga membuat proses panen terhambat.

Combine yang tersedia di sebelah lahan, misalnya, tak dapat digunakan karena terbentur aturan pembagian wilayah.

“Ini bikin padi terlambat dipanen, rebah, dan kualitasnya turun. Petani yang paling rugi,” keluhnya.

Menanggapi masalah tersebut, anggota DPRD Indramayu, Kiki Arindi, turun langsung ke lapangan demi mendengarkan keluhan masyarakat.

“Saya menemukan masalah yang memang terjadi di lapangan. Pembatasan combine berdasarkan wilayah jelas merugikan petani. Hal ini harus segera dibereskan demi kepentingan masyarakat luas, bukan demi segelintir orang saja,” tegas Kiki.

Hingga berita ini dinaikkan, belum ada konfirmasi resmi kepada kepala Desa Jambe Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu. (Dwi/red)

Petani Desa Jambe Mengeluh, Pembatasan Wilayah Combine dan Pungutan Rp200 Ribu Dinilai Merugikan - Manda News - Manda News