PMI Asal Desa Tinumpuk Indramayu Kritis di Taiwan, Keluarga Minta Bantuan Presiden Prabowo

Suami Marini, Mujahid (38), saat ditemui di kediamannya. (foto/mandanews/dok.)


Indramayu, Mandanews – Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Desa Tinumpuk, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, bernama Marini (38), dilaporkan dalam kondisi koma dan kritis di Taiwan usai terjatuh di kamar mandi.

Keluarga memohon perhatian dan bantuan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, dan Bupati Indramayu Lucky Hakim untuk pemulangan dan penanganan medis Marini.

“Saya mohon bantuan sebesar-besarnya. Istri saya mengalami kecelakaan di Taiwan dan kini koma. Saya memohon kepada Bapak Presiden Prabowo, Bapak Gubernur Dedi Mulyadi, dan Bapak Bupati Lucky Hakim untuk membantu,” ujar suami Marini, Mujahid (38), saat ditemui di kediamannya, Rabu (28/5/2025).

Menurut Mujahid, istrinya memiliki riwayat hipertensi. Ia terjatuh di kamar mandi dan bagian belakang kepalanya membentur lantai, menyebabkan Marini tak sadarkan diri hingga kini, selama 17 hari dirawat di salah satu rumah sakit di Taiwan.

Biaya perawatan yang dibebankan pihak rumah sakit mencapai Rp25 juta. Untuk membayar pengobatan awal, Mujahid mengaku sudah menjual satu-satunya aset berupa sebidang tanah.

Kini, ia kehabisan dana untuk membiayai pengobatan lanjutan dan operasi ketiga yang harus dijalani istrinya.

“Saya sudah kirim uang dari hasil jual tanah. Tapi sekarang saya benar-benar sudah tidak punya apa-apa lagi,” ungkapnya dengan suara lirih.

Marini diketahui telah bekerja di Taiwan selama enam tahun dan merupakan tulang punggung keluarga.

Ia meninggalkan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang kini duduk di kelas 5 SD. Mujahid berharap ada bantuan cepat agar istrinya bisa menjalani operasi dan pulang ke Tanah Air.

Sementara itu, Tika Renika (35), kerabat Marini, menginisiasi penggalangan dana untuk meringankan beban biaya operasi lanjutan.

Pihak rumah sakit menuntut pelunasan sebesar Rp25 juta untuk pelaksanaan tindakan medis ketiga tersebut.

“Kalau tidak segera dibayar, operasi tidak bisa dilakukan. Kami sudah dapat izin dari keluarga, kepala desa, dan dukungan organisasi desa. Dalam dua hari, terkumpul Rp7,5 juta,” kata Tika.

Ia juga menjelaskan bahwa Marini sudah dijenguk oleh perwakilan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taiwan. Agensi dan majikan pun telah memberikan bantuan seadanya.

Namun, keluarga menyayangkan belum adanya respons signifikan dari pemerintah daerah maupun pusat sejak insiden terjadi 17 hari lalu.

“Sudah dilaporkan ke Migrancare dan Disnaker Indramayu, tapi sampai hari ini belum ada tindak lanjut yang nyata,” ujarnya.

Kisah Marini menambah deretan nasib memilukan para pekerja migran Indonesia yang berjuang di luar negeri demi keluarga.

Keluarga berharap ada kehadiran negara untuk melindungi warganya yang tengah berada dalam kondisi genting di negeri orang. (Riyan/Dwi)