Dede Farhan Aulawi Apresiasi Polman Kembangkan Teknologi Insinerator Hidrogen untuk Atasi Sampah Perkotaan


Bandung, MandaNews – Pemerhati Kebijakan Publik, Dede Farhan Aulawi, menyampaikan apresiasinya terhadap langkah inovatif Politeknik Manufaktur (Polman) Bandung dalam mengembangkan teknologi Insinerator Hidrogen sebagai solusi pengelolaan sampah perkotaan yang semakin mengkhawatirkan, khususnya di Kota Bandung.

“Sebagaimana permasalahan krusial yang banyak dihadapi oleh kota-kota besar, masalah sampah menjadi salah satu tantangan serius, termasuk di Bandung. Tumpukan sampah terlihat di berbagai sudut kota, memunculkan istilah ‘Bandung Darurat Sampah’. Permasalahan ini tampak sepele, namun dalam prakteknya sangat kompleks karena menyangkut perilaku masyarakat yang masih cenderung menghasilkan sampah dalam jumlah besar,” ujar Dede di Bandung, Senin (19/5).

Pernyataan tersebut disampaikan setelah Dede menghadiri uji coba penggunaan Insinerator Hidrogen di RW 06 Kelurahan Padasuka, Kota Bandung. Alat ini diklaim mampu mengatasi sampah dari empat RW sekaligus, sebagaimana disampaikan oleh Ketua RW dan Lurah setempat.

Gagasan penggunaan alat ini berawal dari kunjungan Lurah Padasuka ke kampus Polman Bandung untuk berdiskusi mengenai solusi teknologi pengolahan sampah. Gayung bersambut, para dosen dan mahasiswa Polman merespons positif dengan mengembangkan alat berbasis teknologi hidrogen, yang memanfaatkan air sebagai bahan baku untuk menghasilkan energi pembakaran.

Polman Bandung sendiri dikenal sebagai institusi yang mencetak inovator teknologi terapan. Salah satu karya mahasiswanya yang relevan dengan isu ini kemudian dikembangkan bersama dosen pembimbing seperti Dr. Heri Setiawan, ST., MT., Iwan Harianton, BSME, Meng., dan Ruminto. Mereka merancang insinerator dengan konsep pemanfaatan hidrogen yang dihasilkan dari pemanasan air bersuhu tinggi.

Dede menjelaskan bahwa insinerator hidrogen ini sangat efisien karena mampu memusnahkan sampah dalam jumlah besar dalam waktu singkat, tanpa menghasilkan polusi asap maupun kebisingan. “Teknologi ini sangat ramah lingkungan karena minim emisi gas berbahaya dan residu, serta hemat energi karena hanya memanfaatkan air sebagai bahan baku,” jelasnya.

Dalam beberapa kali uji coba, insinerator ini terbukti menghasilkan asap dalam jumlah sangat kecil hanya pada fase awal pemanasan selama sekitar 10 menit. Setelah suhu tinggi tercapai, proses pembakaran berlangsung tanpa menimbulkan asap berlebih, dan emisi yang dihasilkan tetap di bawah ambang batas yang ditetapkan.

Lebih jauh, Dede mengungkapkan bahwa panas dari insinerator ini sedang dikembangkan untuk menghasilkan energi listrik, atau dalam skala kecil dapat dimanfaatkan untuk keperluan seperti inkubator telur ayam yang membutuhkan lingkungan bersuhu stabil.

“Tidak ada teknologi yang langsung sempurna. Perlu proses redesign dan evaluasi berkelanjutan untuk menyempurnakan efisiensi dan manfaatnya. Bahkan dari sampah organik pun dapat diolah lebih lanjut menggunakan maggot yang mampu mengubah sampah menjadi kompos, pupuk, atau pakan ternak bernilai ekonomi,” pungkas Dede. (Dwi/red)